Selasa, 19 November 2013

Fragmen Taman Kota

Selepas hujan, taman kota masih basah. Musim hujan memang baru saja datang. Lampu taman kota memang sudah dinyalakan sedari tadi, meski senja belum habis mengisi langit. Ku pikir memang karena aura langit terlalu kelabu, hingga menyalakan lampu kota bisa sedikit memberi suasana yang lebih terang.
 
Beberapa orang masih berlalu lalang dengan payung yang berembun basah. Nampak anak-anak yang masih riang bermain genangan air hujan. Tak terlalu riuh, namun juga tak terlalu sepi.
Di sebuah sudut yang ku suka, sebuah bangku yang nyaman seakan mempersilakanku untuk selalu mampir dan duduk sejenak. Seperti biasa, selepas mengerjakan rutinitas, aku selalu mampir di sudut itu. untuk sekedar menyimak burung-burung gereja yang bercericit merdu di ranting cemara, atau melihat gelitik tawa anak-anak yang biasa berlarian bermain disekitaran. Suasana sore yang sayang untuk dilewatkan.
 
Sore ini, tak pelak aku tetap ingin mampir karena memang sejalan dengan arah pulang. Di bangku biasa ku duduk, tengah duduk dengan santai seorang lelaki paruh baya. Dia mengenakan baju hangat dan tongkat yang menopang tangan kanannya. Hm.. mau bagaimana lagi, aku duduk disebelahnya. Tersenyum hangat dan kecil saja, seakan berkata : permisi, kek..
Lelaki itu mempersilakan saja aku duduk disebelahnya, seakan merasa lebih nyaman ketika ada yang menemaninya. Sempat terpikir olehku, betapa damainya hidup lelaki paruh baya ini. Kini ia hanya tinggal menikmati hidup dengan tenang dan tanpa berpikir tentang dunia yang melelahkan.
“coba kau lihat disana..” lelaki ini menunjuk suatu arah diseberang taman kota. “lihat pemuda itu, dia nampak sedang resah menanti istrinya. Mereka selalu kesini dihari seperti ini.” Tiba-tiba saja, lelaki paruh baya ini membuka percakapan

 

Aku menuruti saja, ku pikir tak ada salahnya sesekali bercakap dengan seorang lelaki paruh baya yang ku kenal. “bagaimana kakek tau?”
“ya, jelas.. ditiap sore seperti ini, di tanggal ini mereka selalu kesini. Menikmati waktu mereka berdua. Kau tau? Terkadang pemuda itu memberikan istrinya kado-kado kecil yang manis”
“hm...? bagaimana kakek bisa sehafal itu?”
“ya, nampak dari kaca jendela kedai teh itu, aku bisa melihatnya dari sini setiap sore.”
“ohya.. ceritakan padaku kek, apa yang kakek tau tentang pemuda itu.. apakah dia tetangga kakek?”
“oh.. bukan. Ya, tapi aku bisa menceritakannya padamu. Kau mau mendengarnya?”
“oh, tentu! Dengan senang hati.. ”
 
Kemudian kakek itu bercerita tentang pemuda yang ia maksud tadi. “di tanggal ini, di senja hari.. sepasang muda ini akan selalu kesini. Mereka merayakan sesuatu yang manis. Yakni tanggal pernikahannya. Ya.. memang lucu, mereka merayakan itu setiap sebulan sekali, tidak setahun sekali. Dan mengapa ditempat itu, karena sesungguhnya di tempat itu lah mereka mengikat sebuah janji yang tidak ingin mereka ingkari dikemudian hari. Suatu hari pemuda ini membelikan istrinya setangkai bunga mawar, namun sayangnya bunga mawar yang ia beli dengan perjuangan ditengah hujan rontok kelopaknya hingga tersisa beberapa lembar kelopak dan tangkai yang rapuh. Sungguh sedih si pemuda, dia tak memiliki apa-apa lagi untuk ia beri pada istrinya. Namun istrinya, dengan tatapan yang hangat, menyambut bunga itu dengan senyum yang bangga.. seraya berkata, ‘aku dapat melihat betapa kau berjuang menyelamatkan bunga ini, terimakasih banyak.. ini adalah bunga mawar berkelopak tiga lembar yang langka di dunia..hehehe’ kemudian mereka tertawa bersama. kata-kata istrinya itu lah yang selalu membuat pemuda ini jatuh hati setiap hari. Istrinya tak pernah mengeluh atas apa pun. Bukan kah mereka berdua nampak harmonis dan bahagia?”
“uhm... yaa.. sepertinya begitu, kek” aku masih mengikuti alur kakek ini.
“tapi jangan kau kira semacam ritual perayaan sederhana mereka itu berujung damai selalu. Tak pelak.. terkadang masalah pun menimpa mereka. Saat itu sebab si pemuda ini datang terlambat, hampir satu jam si istrinya menunggu hingga bosan dan ingin meninggalkannya saja, padahal istinya menyiapkan es krim, hingga lumer es krim itu sia-sia tanpa bisa dinikmati. Hampir bersungut si istri menunggui pemuda itu.  ternyata pemuda ini memiliki kesibukan di kantor yang tak bisa ditinggal, senja hampir sirna dan si pemuda tak nampak. Kini, istrinya mulai khawatir tak lagi marah.. hingga beberapa saat kemudian si pemuda lari tergopoh-gopoh menghampiri istrinya yang mukanya merah padam dengan keringat dingin sebab khawatir. Sekahwatir apapun si istri, akhirnya ia lega melihat suami yang dicintainya berada di depannya. Namun dia tetap hanya seorang wanita, dia tetap marah sambil menunjukkan semangkuk es krim dalam kemasan yang mencair. Tanpa berkata-kata, si istri pergi meninggalkan si pemuda keluar dari kedai. Si pemuda yang lelah bekerja pun juga ikut naik pitam, dan berkata ‘jika kau pulang sekarang dan meninggalkan suamimu disini, maka berarti kau telah membuatnya marah! Kau harus paham betapa lelahnya aku... dan sang istri berbalik, dengan airmata yang bercucuran... seraya berkata ‘jika aku mau meninggalkan suamiku disini, sudah sejak tadi aku pergi. Aku hanya khawatir padamu..’ sesenggukan dia mengucurkan air matanya sambil 
menghampiri suaminya”
 


Aku yang mendengar cerita itu hanya diam, mencerna semua yang kakek itu ceritakan. Aku sudah sejak tadi ketika mendengarkan ceritanya, ingin berbicara. Namun tak enak memotong. Kini, saat kakek itu terdiam menatap lurus ke arah yang ia tunjuk tadi, aku mulai membuka suara..
“kek, tapi disini tidak ada pemuda itu.. bahkan yang kakek tunjuk tadi adalah bangunan kosong, entahlah aku tak tahu apa dulunya...”
“benarkah? Kau tak bisa melihat mereka berdua sekarang sedang duduk bersama berhadapan di pinggir jendela sambil berbincang dan menikmati teh?”
 
Aku mulai merasa ada yang salah... “tidak kek, tidak ada apa-apa dan siapa-siapa disana..”
Kakek itu nampak tak percaya...
Sejenak aku berpikir, dan yakin bahwa hal ini bukan tentang mistis...
mungkinkah pemuda yang diceritakan itu adalah. . .

Senin, 18 November 2013