Sabtu, 28 Februari 2015

Mereka tidak Terbuang

Banyak yg mengira mereka adalah anak2 yg "terbuang".
Yang seakan tidak pernah terhitung untuk ukuran potensi apa pun, terlebih pada potensi yg positif.
Banyak yg mengira mereka adalah anak2 yg tak bisa diatur, yg tak tau arti sopan santun, yg tak tau arti dan makna kehidupan.
Yang seakan tak pantas utk dilihat sebagai individu dgn byk impian.
Mereka adalah korban labeling negatif.
Mereka adalah yg selama ini umumnya disebut anak nakal.
Hanya karena mereka merokok, hanya karena mereka malas sekolah, hanya karena mereka dianggap melakukan byk hal yg tak pantas.

Berinteraksi dgn mereka beberapa hari, membuat saya tersadar bahwa mereka tidak seharusnya disingkirkan dari perputaran kehidupan. Tidak seharusnya dilupakan dan tidak diberi tempat dalam byk ruang kesempatan.

Mereka yg biasa bertebaran tak tentu di jalanan, ternyata pun bisa diajak merancang mimpi.
Mereka yg biasanya hanya duduk2 di warung dgn agenda tak jelas, ternyata bisa diajak menyadari pentingnya perubahan.
Mereka yg biasanya menjadi kawan dan lawan pun akhirnya bisa diajak memahami indahnya persatuan dan perdamaian.

Coba lihat dari alasan mengapa mereka demikian . .
Toh mereka pun sesungguhnya sadar, dunia mereka adalah dunia yg tidak mudah dijalani. Alasan piliha itulah yg harus kita dalami.

Mimpi mereka adalah langkah mereka untuk mengubah dunia dibelakangnya . .
Dunia yg mungkin sulit mereka tinggalkan.
Tapi setidaknya, mari kita berikan mereka ruang untuk berubah.
Untuk tidak memandang mereka sebagai manusia yg tak utuh.

Mari kita pandang mereka sebagai seorang yg sama seperti anak2 pelajar yg lain. Mereka hanya butuh perhatian khusus..
Bukan hanya sekedar hukuman. Mereka butuh kepercayaan. Kepercayaan yg ditanamkan bahwa mereka pun bisa berubah menuju arah perbaikan.

Sekecil apa pun langkah kita untuk mereka, akan menjadi jaring2 kebaikan yg membantu mereka terdorong meraih impian.

Semoga . . Aamiin.

-Mutiara askar, 28 feb 2014-
(Sedikit berbagi pengalaman ttg sekelumit interaksi dgn Anak2 SMA yg butuh perhatian khusus)

Minggu, 22 Februari 2015

Menjaga Layang-layang

Ya Allah . . Apa yg terjadi jika hamba melepaskan tali layang-layang ini?
Akan kah kau tetap menjaganya?
Jika penjagaanMu adalah sebuah janji, maka tanpa ku minta pun Kau akan menjaganya.
Lalu sampai seberapa kah hamba harus berusaha?
Maka dalam doa hamba bermunajat, ttg kekuatan tangan ini utk menjaga layang-layang terbang seimbang . .
Agar angin tak menghempaskannya jatuh atau malah menjadi jauh.
Kuatkan kami . .
Sabarkanlah . .
Permudahlah . .

Jangan biarkan kami menyakiti satu sama lain . .

Sabtu, 21 Februari 2015

Penawar Luka

Sesakit itu kah menjadi dirimu? -katamu suatu malam. Bahkan aku sendiri tdk mengerti kadar sakit macam apakah yg sedang ku rasakan.
Aku tdk pernah bisa melupakan tiap kalimat yg ku baca waktu itu. .
Yg kemudian spt menjadi belati dan mengalirkan byk darah hingga bertumpah menjadi air mata.

Sesakit apapun aku, sekecewa apa pun aku . .
Aku tdk bsa mengubahmu. Terbukti. Ini semua berulang lagi dan lagi.

Aku tidak berubah, tidak akan berubah. Sikapku, rasaku, perhatianku . . Semua tdk akan berubah. Tapi aku butuh waktu utk mengobati sndiri sayatan ini.
Aku diam. Dan menjauhimu. Aku marah dan bersikap dingin. Ini adalah caraku menyembuhkan luka.
Ku pikir ini akan sembuh dengan sndirinya. Ternyata tidak.
Aku butuh oranglain yg menyembuhkan. Kau.
Tapi trnyata kau tak spt yg ku harapkan. Yg sigap mengambil penawar luka dan menyembuhkanlu dgn segera.
Kau tak punya waktu banyak utk sekedar memberi kesan bahwa kau akan mengobatinya..
Atau aku yg salah krn tdk menangkap kesan itu?
Akhirnya luka itu mengering tanpa penawar apapun. Dibiarkan terbuka dan angin seolah membuatnya tdk ada.
Padahal rasa sakitnya belum terlupa. Masih ada . .
Aku lelah menahan diri dari sakit, sementara setiap waktu byk berjumpa denganmu.
Aku lelah menjadi dingin dan terkesan tdk peduli dgnmu padahal aku selalu khawatir denganmu.

Aku diam. Menunggumu datang, membawa penawar . .

Mgkn aku bisa mencari oranglain utk menyembuhkan . .
Tapi aku tau, kau akan lebih terluka.
Dan aku tak pernah mau kau terluka . .
Aku tau rasanya terluka.

Datanglah . . :'(

Jual beli waktu

A : apa yg kau lakukan hingga kau berlelah?
B : aku ingin juga menyibukkan diri, sama sptmu . .
A : mengapa?
B : agar mungkin aku tdk terlalu sakit ketika mendapati diriku yg ditinggal
A : lalu apa yg kau lakukan?
B : aku sibuk mencari uang . .
A : untuk apa?
B : aku kumpulkan, dan jika suatu saat aku memilikinya cukup banyak aku akan membeli sesuatu yg sangat aku inginkan
A : wah? Apa hal itu?
B : waktu mu. Aku ingin membeli waktu yg kau punya. Agar waktumu bisa ku miliki dan kita bisa bebas menghabiskan waktu itu, sekedar menikmati matahari yg tenggelam atau menghitung bintang sampai menunggu pagi datang . .
A : (membeku)
B : (tersedu)

Sabtu, 14 Februari 2015

Malam yg Retak

Ini kala gelap tengah menjadi perbincangan manusia bumi
Ini kala senyap menjadi bisik-bisik yg mendengung di tiap sudut perkotaan
Diam-diam dia menuruni tangga
Menuju lantai yang tergenang air mata
Dia lupa cara mengusapnya
Dia tak lagi ingat mengapa dia sedemikian duka
Ada kala dia menatap sobekan kertas berserakan, dia ingat kenangan yg sengaja dikoyaknya dari ingatan
Dia melangkah gontai menuju jendela kusam yang lama tak terbuka
Dilihatnya arah langit
Kemudian dia ingat bahwa, hari itu adalah hari kala Malam menjadi retak . .

Jumat, 13 Februari 2015

Tentang Menjaga Diri

Bukan karena aku menolak nasihat . .
Ini hanya karena aku ingin juga mengingatkanmu tentang kata menjaga.
Bahwa kata menjaga tak hanya di miliki wanita.
Bukan karena sebuah istilah wanita harus menjaga kehormatan dan laki-laki harus menjaga janjinya, kemudian mereka hanya selesai dengan urusan janji dan kehormatannya masing2.
Tidak demikian . . Wanita pun memiliki kewajiban memenuhi janji.
Pun laki-laki, memiliki kewajiban menjaga kehormatannya.

Tentang wajahmu yg terpapar dimana-mana . .
Aku hanya ingin kamu juga memahami bahwa kau tidak pernah tau manusia2 macam apa saja kah yg melihat guratan wajahmu itu . .
Sama saja sesungguhnya denganku.
Kau pun juga khawatir, terlalu banyak manusia yg "menikmati" gambar wajahku. Aku memahami itu dan aku tau, kau melakukan itu karena begitu ingin melindungiku :')

Aku pun demikian . .
Aku juga ingin melindungimu dari pikiran dan perkataan orang tentang gambar wajahmu.

Seperti halnya kau memperlakukanku, mendidik dengan dewasa dan lembut . .
Aku pun demikian, ingin mengingatkanmu semampuku.
Supaya kita bisa bersama di tahap perbaikan yg sejajar :')

Jagalah segala yg Allah berikan padamu . .
Dan aku pun berusaha sekuat tenaga menjaga apa yg Allah titipkan padaku . .
Lewat semua kisah ini, semoga kita bisa menikmati rembulan di lembar jendela yg sama :')

Sabtu, 07 Februari 2015

Rumah dan Episode Pulang

Menungguimu pulang memang bukan suatu beban. .
Hanya yg ku takutkan adalah jika ternyata bagimu Rumah bukanlah tempatmu membasuh semua penat,
Mencuci semua rasa lelah, atau bahkan bagimu Rumah tak mampu menumbuhkan mimpi baru. .
Aku khawatir ketika kau berpikir bahwa Rumah bukan tempatmu memintal kasih sayang, atau malah melumpuhkan daya pikirmu krn perbincangan yg terlalu sederhana dan ringan. .
Aku cemas jika nanti kau lupa, bahwa Rumah ini adalah Rumah yg kita susun bersama. . Rumah yg siap menampung semua gagasan, cerita, makna, air mata, dan tawa.

Menungguimu pulang memang bukan beban. .
Bukan sebuah keluhan krn kau tak kunjung datang. .
Namun, salah kah aku memintamu untuk segera tiba.
Sebab langit mulai gelap, dan udara mulai dingin bersama aroma secangkir teh yg tak lagi hangat.
. . . Pulang. . .

Rabu, 04 Februari 2015

Hanya Aku

Norma bahagia itu kita yang punya.
Nilai berharga itu kita yg membuatnya.
Semua hanya ada ketika kita bisa menerima diri kita.
Tentang siapa kita.
Tentang makna adanya kita.
Tentang tujuan jalan kita.

Jika harus menuruti semua penilaian manusia. . Maka rembulan yg diambilpun tak akan cukup.
Mereka dengan banyak kepala yg berisi aneka nilai dan norma.
Sedang kita hanya satu. Ya, cuma satu.

Pada akhirnya pun, semua ini hanya ttg diri kita.
Ini semua menjadi tanggung jawab kita..
Bertanyalah pada si penuntut, berperan apa dia ketika kita gagal?
Berperan apa dia ketika kita mulai terjatuh?
Hanya sedikit yg membersamai kita dari awal hingga akhir.
Hanya satu. Tuhan. Cukup.