Sabtu, 05 Desember 2015

Rahmat Semesta Alam

Suatu hari aku pernah berdoa pada Allah tentang permohonan agar diri yang lemah ini dikuatkan dan dipertemukan bersama dengan orang-orang yang ingin mencarii “jalan pulang” bersama.

Maka terjadilah, rencanaNya sungguh indah. Dipertemukanlah aku pada satu per satu manusia-manusia yang juga sedang mencari cahaya untuk menuntun pulang. Mengapa doaku terdengar sangat mulia, apakah kapasitasku sudah sampai setinggi manusia-manusia ‘alim yang sepertinya surga terlihat sangat dekat bagi mereka? Tidak. Aku tidak setinggi itu. Sebab hanya karena aku bisa merasakan bagaimana gelapnya jalan jika tanpa penerangan. Bagaimana takutnya berjalan sendirian tanpa ada kawan. Atau bagaimana resahnya jiwa ketika membutuhkan bantuan dan tidak ada sambutan. Bersyukur, aku tidak pernah merasakan itu. Tapi aku tau rasanya. Perasaan itu sangat mencekat. Ketakutan, keresahan atau mungkin kekecewaan, ketika semua itu berkumpul dan tidak ada orang yang mau mendekati, pasti sangat menyakitkan.

Aku bahkan tidak tau mengapa aku berdoa dengan senekat itu, bagaimana jika dalam doaku terselip kesombongan dengan rasa ‘sok mampu’. Semoga Allah memahamiku, tidak –Dia pasti memahamiku. Bahwa doaku hanya karena keinginanku bisa menjadi manusia bermanfaat. Aku hanya ingin menggambarkan islam yang indah. Islam yang bisa diterima dimana pun oleh siapa pun. Islam yang memang dihormati karena akhlaq pemeluknya.

Manusia manusia yang ku mohonkan itu datang dan pergi. Mereka ada mendekati dan sebisa mungkin ku sambut. Mereka pergi menjauh sebisa mungkin ku tarik ulang. Hanya agar mereka merasa ada seorang muslim –saudaranya yang peduli dengannya. Aku tidak akan mengatakan mereka adalah manusia yang tersesat dan penuh dosa. Mereka hanya manusia yang butuh ditemani agar mereka tidak sendiri dan mencari jalan pulang sendiri.

Tentang cahaya petunjuk? Bukan aku yang berkuasa, Allah yang akan menghendaki sepenuhnya. Aku hanya menemani dan menyampaikan, mengingatkan dan menyerahkan pilihan. Aku lah yang akan banyak belajar. Belajar untuk tidak egois dengan apa yang ku yakini. Belajar untuk bisa menerima pemikiran dan belajar bagaimana mengumpan balik apa yang perlu diluruskan. Belajar untuk tidak terlalu cepat memberikan prasangka pada manusia-manusia yang mungkin banyak menganggap manusia tanpa keimanan. Ini membuatku banyak berpikir. Sungguh bukanlah manusia tempatnya menggolongkan manusia lain, bukanlah tempatnya manusia untuk menghitung dosa dan pahala.
Bahkan kita sendiri pun, apakah bisa kita dengan sangat percaya diri mengatakan bukan manusia berdosa, memiliki banyak pahala lalu masuk surga? Tidak. Bukan tempat manusia untuk berpikir demikian. Lakukanlah yang terbaik dan Para Pencatat akan memaparkannya nanti.

Ini semua membuatku berpikir, suatu saat jika aku memiliki anak-anakku sendiri apa kah yang akan ku lakukan padanya. Aku ingin sekali menanamkan pada mereka bahwa agama adalah kesyukuran paling tinggi. islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Tidak akan benar-benar menjadi rahmat ketika pemeluknya tidak menunjukkan kasih sayangnya pada semuat ummat. Sungguh sangat ingin aku melihat mereka tumbuh dewasa dengan cara mereka masing-masing. Ingin rasanya mencetak mereka dengan berbeda-beda sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Sebab, mereka akan dibutuhkan di banyak lini masyarakat. Semoga mereka menjadi penebar kebaikan dan perantara cahaya hidayah bagi siapa pun agar semua orang tau, bahwa islam adalah sungguh rahmat seluruh alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar