Benar, kita hanya akan menuruti takdir.
Ada sebuah keputusan yang harus senantiasa kita terima
sebagaimanapun itu.
Namun,
Tidak kah kau merasa seperti tertusuk ketika membayangkan
hal yang mungkin tidak kita inginkan terjadi?
Tidak kah kau merasa seakan ingin menggenggam sekuat tenaga
meski kau tau genggamanmu sangat lemah dan hanya dengan doa kau bisa
menggenggamnya?
Tidak kah kau juga merasa sangat khawatir hingga airmatamu
bercurahan menjadi rinai-rinai yang menguntai. Kemudian dalam panjatan doa lah
kau merundukkan hatimu sedalam-dalamnya.
Memohon atas sebuah harapan yang
sangat ingin kau genggam.
Jika kau tak merasa itu? Semua ini kau sebut apa? Semua yang
bersemayam dalam hatimu itu apa? Semua yang kau pertahankan ini semua adalah
apa?
Ketika semua orang mencoba merentang jarak kita, sikapmu itu
kau sebut apa?
Atau kau bukan manusia yang memiliki semua rasa dan
pengharapan itu?
Apakah usaha memang hanya terundak ke atas? Apakah sedikitpun kau
tidak mau menoleh pada sesuatu yang kau rindukan. Hanya untuk sekedar
memastikan bahwa yang kau rindu masih menunggu untukmu?
Atau kau kelewat tenang. Hingga kau tak pernah khawatir
sedikitpun?
Kini, jika kau tak bisa menyelami mataku, maka berkacalah
selami sendiri matamu.
Tanyakan pada muara terdalam hatimu, adakah kau serela itu
untuk melepaskan?
Sementara ombak terus berkecamuk di samping kita. Apakah kau
hanya akan menengadah ke atas tanpa terlebih dahulu mengembangkan layar atau
mempertahankan kemudi?
Temukan jawabanmu, dan ceritamu akan sangat ku harapkan . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar