Sabtu, 25 Mei 2013

MERAPAL NIAT


Dalam sebuah perjamuan malam yang agung, ketika gerimis tipis mencurah penuh kasih, dan tak ada angin yang terlalu tajam menghujam.  Hingga mendung pun tak terlalu adidaya menukar cahaya rembulan menjadi sekam.

Ketika keduanya berbicara tentang sebuah ibadah sacral nan suci atas nama Rabb-nya.
Dua keluarga duduk dalam sebuah ruangan yang entah mengapa tiba-tiba terasa sangat biru, dengan sedikit rasa debar, gebu, dan ikhlas tertunduk dalam wajah-wajah yang mengharapkan semoga semua ini untuk pertama dan terakhir.

Seorang ayah dari perempuan itu mengucap salam akrab, menjamu tamu agungnya yang akan menjadi satu keluarga yang diikatkan dalam perjanjian yang bersaksi pada seluruh alam.
Perempuan itu hanya menunduk takzim dalam dzikir syukurnya, sampailah aku pada saat ini Tuhan, lancarkanlah… batinnya.
Sampailah sang ayah dari seorang lelaki itu mengutarakan semua harapan dari anak lelakinya.
Lelaki  dan perempuan menjadi sangat tertunduk dan hanya diam. Namun dalam wajah sang lelaki terbias keyakinan yang kuat.

Seakan semua doa lelaki dan perempuan terjawab. Selanjutnya, mereka akan disebut sepasangan.. bukan aku dan kau.

Ibu dari sang lelaki bertanya pada perempuan, apa yang akan sang perempuan inginkan sebagai hadiah pernikahan mereka nanti.

Dalam tunduknya perempuan menjawab
“ibu, saya hanya menginginkan lima lembar daun yang mungkin sulit ditemukan, yang sulit dicari, yang sulit dimengerti, mungkin tidak demikian jika kita menanamnya sendiri.”

“Apa itu anakku?” tanya sang ibu dari lelaki

“lima lembar daun dari sebuah pohon yang sangat indah dan suci” jawabnya
“saya hanya meminta lima lembar daunnya saja dan saya harap calon suami saya yang akan memberikan itu langsung kepada saya, andai kata daun itu telah saya terima, maka tidak akan ada rasa kecewa dalam diri saya. Dan,  tiap daun itu memiliki namanya sendiri-sendiri.”

Keluarga dari lelaki itu sedikit bingung dan merasa khawatir jikalau mereka tidak bisa memenuhi permintaan seorang calon pengantin yang sangat anggun tutur kata dan sikapnya itu.

Mengerti akan raut wajah mereka, sang perempuan memberi penjelasan lagi.
“nama-nama mereka adalah daun lembar pertama, kesetiaanmu –calon suamiku- pada Rabbmu, lembar yang ke dua adalah kesetiaanmu pada Rasulmu, lembar yang ke tiga adalah kesetiaanmu pada Al-qur’an dan Al-hadistmu, lembar yang ke empat ketesiaanmu pada Dienmu, lembar yang ke lima adalah kesetiaanmu pada wanitamu” dengan sedikit basah ia mengungkap apa maksudnya. ‘’mampukah kau?”

Dan lelaki menjawab dengan sangat lembut  lagi mantab..
“wahai perempuan yang bijaksana fikirnya, yang cerdas hatinya, yang lurus ucapnya…
telah ku ucap dua kalimat syahadat di tiap shalatku, telah ku shalawatkan Rasulku di tiap kesempatanku, dan semoga telah ku rapal semua wajib, sunnah, halal, dan haram dalam semua laku-ku, insya Allah. Dan malam ini, telah ku niatkan kau sebagai wanitaku atas nama penyempurna iman islamku… jika aku hadir di sini tanpa mengenggam simpul setiaku, maka kelak jangan turuti aku sebagai imammu.”

“subhanallah…”
“bismillahirrahmanirrahiim….telah ku cukupkan semua syaratku dan ku mantabkan diriku menjadi istri bersuamikan engkau dan ibu dari anak-anakmu, serta makmum dalam sujudmu…” jawab perempuan itu dengan nada bergetar namun sangat kuat lagi yakin.

Seraya alam menjadi binar, ketika apa yang telah di inginkan dari dua orang hamba yang taqwa akan Tuhan mereka itu terucap atas asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang…


*rapalkan lah niat kita atas namaNYA, maka segala kasih tak kan tersisih, segala sayang tak kan melayang, dan semua alam menjadi alunan doa-doa yang tak kan berhenti….* aamin…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar