Kamis, 22 Agustus 2013

Hanya 30%

Bertahun lalu, ketika banyak belajar tentang apa itu menulis dan bagaimana.. seorang penulis senior berkata bahwa penulis profesional adalah penulis yang tidak lagi menulis tentang isi hatinya. Maksudnya adalah dia tidak selalu menjadikan tulisannya sebagai media menguras hati, bahkan tidak lagi hanya sekedar mencurahkan tapi menguras. Misalnya, ketika seorang merasa kehilangan, penulis yang dianggap profesional akan menuliskan sesuatu yang menggembirakan, bisa tulisan tentang kemeriahan perayaan atau suasana hingar bingar, bukan tentang sedu sedan.
 
Dan sejauh ini, jika takaran profesional adalah demikian maka tingkat keprofesionalan saya hanya sekitar 30% dan sisanya, saya masih menurutkan isi hati.
 
Hm. . tidak mudah memang menghasilkan sesuatu yang harus benar-benar keluar dari lingkaran egoisme hati. Wajar, sebab menulis adalah ekspresi diri. Namun akhirnya, memang tidak menjadi produktif, karena selama suasana perasaan kita tentang suatu hal maka sepanjang itu pula tulisan-tulisan kita akan “terjajah” oleh rasa pribadi yang terlalu egois.
 
Baiklah, mari dicoba! Kita tidak hanya menggunakan imajinasi hati dalam menulis tapi juga imajinasi pikiran yang berjalan.
 
Menulis keluar dari suasana hati.. dan cobalah memasuki suasana hati oranglain ketika menuliskannya.

Ini adalah salah satu puisi yang saya benar-benar “keluar” dari suasana hati dan murni menggunakan imajinasi, mencoba merasakan menjadi orang lain. Menjadi tokoh dari kehidupan orang lain dalam puisi. Dan jika sudah begitu, biasanya yang muncul dalam tokoh saya adalah seorang laki-laki. Mengapa? Entah, saya juga tidak tahu.
 
TAMU UNDANGAN

Malam itu,
Purnama sungkan padamu.
Lapis-lapis gaunmu mencemburuinya
Semua sinar meresap ketika kau lewat.
Beberapa terpantul,
Beberapa kau simpan.

Serumpun kembang
 akrab dalam genggaman,
Bunga yang ibumu belikan untukmu tadi siang.
Dalam arahmu, ada yang menanti
Seakan bertanya,
 kapan kau sampai disini?

Kaki menapak, menghitung
Satu-satu jejak yang akan kau jumpa
Punggung yang anggun, meghitung
Satu-satu jejak yang kau tinggalkan.
Mata yang penuh binar dan kaca,
Menatap lurus padanya
Seakan berkata
Aku datang…
    Dan aku, menikmatimu dari belakang
    Hanya menyimpan semua bayang
 yang semakin hilang
akhirnya, aku hanya jadi tamu undangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar