Kamis, 15 Agustus 2013

Hulu Kenangan Bermuasal

Atas nama Kenangan dalam dua lembar kertas..

Dalam masa mendatang, kita tak pernah tahu apa yang akan Dia rencanakan. Sungguh sama, ketika kita menengok kembali tiga, lima, bahkan tujuh tahun yang lalu. Pernah kah kita berpikir untuk bertemu? Menjadi sesuatu yang serupa saat ini? Sungguh, kisah ini adalah kejutan termanis yang Dia berikan padaku.

Lima tahun yang lalu, aku baru beranjak 15 tahun, masih berseragam biru-putih, di sebuah sekolah yang sudah serupa rumah kedua bagiku. Pagi hingga mungkin menjelang petang aku menjelajahi sekolah itu, kau bisa tanya pada bangku-bangku perpustakaan, pintu-pintu kelas, meja-meja kantin, sebuah ruangan penuh makna yaitu ruang OSIS. Disana semua karya pertamaku ku raih. Karya-karya yang sungguh baru pertama kali ku lakukan, menjadi ketua OSIS, sekaligus ketua umum semua kegiatan di sekolah, pendrama bahkan menjadi assisten mentor, membuat majalah untuk pertama kalinya, menjuarai beberapa lomba hingga menguatkan langkahku untuk merambah lebih jauh nantinya, mengadakan acara yang baru pertama kali di sejarah sekolah itu –wayangan dan lomba bedug, meraih capaian di pramuka. Belajar banyak hal, mengenal dunia yang ternyata tak hanya hitam dan putih. Serta merencanakan banyak impian menuju dunia putih abu-abu. Dan saat itu, aku belum mengenalmu. Apa kabar kau di entah sana? –Tuhan masih menyimpanmu.

Tiga tahun yang lalu –17 tahun, menyimpan banyak cerita tentang apa pun dan dengan siapa pun. Hampir telah ku coba bagaimana hidup dengan berbagai dunia. Dunia remaja yang penuh gelak tawa, impian dan rama-rama cahaya, bahkan air mata. Dunia profesional yang mengenalkanku pada banyak orang-orang hebat, dari istri mentri, direktur umum sebuah harian lokal, wartawan, fotografer, budayawan, sejarawan, sastrawan dengan berbagai alirannya yang baru ku kenal saat itu, penulis, komikus, desainer, penyiar radio. Hm.. terlihat hebat? Tidak, dunia yang lebih hebat menurutku adalah dunia ketika aku masih bercengkrama akrab hingga sekarang dengan tukang batagor dari SD sampai SMP, penjaga sekolah, tukang bersih-bersih, dan ibu-ibu kantin. Kemudian, aku berjabatan dengan dunia persahabatan yang kuat, dunia ini memang hanya milik kami bertiga. Suatu saat kau harus berkenalan dengan dunia dengan tiga sisi ini, dunia inilah tempat semua harta karun dan rahasia tersimpan.

Pada saat ini pula, aku merasakan bagaimana hidup dalam dunia abu-abu. Belajar untuk mengikhlaskan rasa kehilangan. Menyembunyikan banyak air mata untuk terlihat tak apa. Padahal dalam hatiku aku remuk redam, menyimak bayangan beliau yang tiba-tiba lenyap. Seperti debu yang terbawa angin, benar-benar tandas. Sebuah ruangan lengang, sangat lengang.. begitu kah rasanya ditinggalkan? Hingga air mata tak jatuh dari dua bola mata, namun sungguh langsung basah ke hati. Seperti tak ada udara. Sesak dan sakit. Sempat tak bisa memahami harus berlaku seperti apa. Sampai pada suatu ketika, beliau hadir dalam mimpi dan sebuah pesan yang menancap kuat : istiqomah, nduk..
Aku kehilangan teman diskusi, teman bermain, seorang kakek, seorang guru, seorang penasihat, seorang yang bijaksana, seorang dengan binar mata yang bening seperti telaga menyambutku diambang pintu ketika aku menyerahkan dua piala untuknya. Seorang pembaca setia setiap karyaku, seorang yang sabar menyuapiku, seorang yang meminumkan obat ketika aku sakit, seorang yang suka air madu yang ku buat untuknya, seorang yang membantuku membuat mainan. Seorang imam yang tenang, seorang sosok suami yang diidamkan, seorang ayah yang ku inginkan untuk anak-anakku nanti. Seorang yang bersahaja dengan sepeda ketika semua kepala sekolah mengendarai mobil. Seorang yang dikenal dari orang seusianya, hingga anak-anak di kampung. Seorang yang selalu bersikeras berjalan ke masjid, seorang yang berusaha mengeja Qur’an. Seorang tukang kebun yang handal, seorang penyayang binatang yang lembut. Seorang yang menginginkanku menjadi seorang penulis, seorang yang menginginkanku menjadi seorang psikolog dan guru. Seorang yg menanamkan banyak hal tentang rasa sosial. Dan. . . seorang yang saat ini tak bisa ku ceritakan tentang semua keinginannya padaku dan telah tercapai..

Dunia yang lain adalah sebuah dunia perubahan, dunia yang lahir dari sebuah tekad dan kenekatan. Begini ceritanya, setiap pulang sekolah aku lebih sering naik angkutan umum, jangan ditanya berapa lamanya, lamaaa sekaliii.. kau bisa tidur dengan nyenyak disana, kau akan diajak berkeliling kota. Dari sekolah hingga depan gang rumah, bisa mencapai hampir satu jam. Rute angkutan itu melewati sebuah perkampungan yang sangat kuat dengan orang-orang nasraninya, bahkan disatu kampung itu terdapat dua atau tiga gereja, dan memang banyak orang-orang etnis yang tinggal disana, suatu saat aku melihat pembangunan sebuah masjid. Aku mulai berpikir dan bersyukur, akhirnya ada masjid di sekitar sini. Setelah beberapa bulan, masjid sederhana yang tak bisa dikatakan besar itu berdiri. Karena setiap hari aku melewatinya, aku semakin penasaran dengan masjid itu. Hingga suatu hari, dengan mengucap namaNya, aku memulai langkah. Aku menceritakan temuan masjid ini ke beberapa teman Rohis –meski aku bukan termasuk pengurus Rohis. Aku mengajak beberapa teman untuk bersilaturahim ke masjid itu, niatku adalah mengajar TPA disana, ku pikir mungkin belum ada kegiatan disana. Setelah kesana bertemulah kami dengan sebuah keluarga yang memiliki masjid yang ternyata wujudnya adalah masjid wakaf keluarga. Memang rumah keluarga itu satu halaman dengan masjidnya. Dan ternyata, disana sudah berjalan kegiatan TPA namun sayangnya hanya ada satu pengajar dan itu laki-laki –anak dari pemilik masjid. Keluarga itu menyambut kami dengan sangat hangat dan menyenangkan, bahagia ada yang mau membantu mengajar. Jadilah kami mengajar TPA disana, dari sinilah aku mulai menapaki apa arti kata pengabdian yang sesungguhnya. Bertemu dengan banyak adik-adik yang cerdas dengan latar belakang kisah keluarga masing-masing. Ada yang selalu ingin aku dandani dan mencoba gaya berjilbabku, lucu! Ada seorang anak yang terlahir dari keluarga yang berbeda agama, dia adalah satu-satunya anak muslim diantara saudaranya, dan yang mengharukan dia sangat semangat TPA.

Dan satu lagi, dunia anak-anak. menjadi assisten teacher sebuah Paud yang baru berdiri. Diajak belanja keperluan Paud, mendekorasi ruang kelas, bertemu dengan orang tua wali untuk pertama kali, memakai sebuah name tag yang tak mungkin ku buang –bertuliskan “bunda tiara”, dan masih teringat sebuah pagi yang indah ketika menyapa anak-anak didik untuk pertama kali. Berbagai kisah dirajut disana. Mengenal bagaimana membuat materi pembelajaran PAUD, menyiapkan keperluan mengajar, membuat permainan. Mendiamkan anak yang rewel sambil menggendongnya hingga dia akhirnya terlelap dalam dekapanku. Mengajari anak berlari, bayangkan bahkan ada anak yang tak berani berlari, dia takut berlari, dan harus ku ajari. Dan kemudian menghantarkan anak-anak dari ujung pintu kelas ketika mereka dijemput orang tuanya,  dan sebelum itu membantu memakaikan mereka sepatu, membereskan alat makan dan alat tulisnya. Kenangan indah yang tak mungkin terlupakan.
Ketika aku sedang menjalani hari-hariku, dimana kamu? Mungkin kau juga sedang melakukan banyak hal, bahkan aku yakin kisahmu lebih hebat dari ini. Saat itu, Bahkan aku tak bisa membayangkanmu..

Aku hanya menyebutmu dalam sebuah doa tanpa nama. –Tuhan tetap masih menyimpanmu.
Tiga bulan lalu –mei, menjadi nyatalah apa yang mungkin Tuhan simpan, keyakinan dan kemantaban untuk berlarung bersama. Sedepa kemudian, kembali kita harus menjalani hari masing-masing. Benar-benar masing-masing, bermain layang-layang sendirian, mengulur talinya terlebih dahulu, untuk membiarkan kita merasakan angin dibawah sayap masing-masing, untuk bisa terbang lebih tinggi lagi kuat untuk mengendalikan badai.

Kita berawal dari hulu yang berbeda, menjalani aliran sungai masing-masing dengan kisah yang berbeda. Dan kita hidup seperti sebuah perahu kertas yang menjalani saja titah Tuhan membawa kita entah sampai mana. Kita bawa serta semua cerita dalam perahu itu. Hingga suatu saat, dua aliran sungai dengan arahnya masing-masing Ia pertemukan dalam sebuah aliran yang lebih besar. Bukan aliranya saja yang besar, tapi juga kedalamanya yang semakin dalam. Lebih curam, lebih menikung. Tapi tahukah kau, dengan segala keriuhan aliran sungai kita ini aku merasakan sebuah ketenangan. Ketenangan yang selalu ku persembahkan untukNYA, yang telah membuat aliran sungai ini begitu ajaib dan sampai pada sebuah pertemuan antar alirnya. Tidak peduli bagaimana halangan yang menerpa, ketika ketenangan itu telah menggenapi jiwa maka yang ada hanyalah sebuah prasangka bahwa Dia menyiapkan yang lebih baik dan terbaik. Segalanya tak pernah terduga, bagaimana kita kan melewati masa mendatang. Sama seperti tak menduganya kita pada sebuah pertemuan agung ini. Biarkan Tuhan menurutkan kehendakNYA dari awal hingga akhir, pertemuan yang telah Tuhan lakukan pada kita pasti bukan tanpa maksdu apa-apa. Aku masih merasakan, sesuatu yang besar menunggu kita di dermaga. Mungkin disana Tuhan menyiapkan sebuah pemandangan terbitnya matahari dari garis horison yang melengkung anggun, dengan sinarnya yang berbinar keemasan menimpa riak air pantai dermaga itu..

: Semoga Tuhan tetap menyimpanmu untukku, Tidak kah aku berlebihan?

Songgolangit, 31 Juni 2013 (21:23)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar